UPA JIWA, Hikayat Perjalanan ke Belakang
Penulis S. Jai
Tebal 118, Desember 2016
Dengan kata maka hadirlah persembahan jiwa, ruh dan cinta.
Mulanya aku hendak menulis sebuah novel tentang cinta—tepatnya kisah cinta dua sejoli yang mabuk asmara. Meski pelbagai peristiwa juga beban psikologis calon tokoh-tokohnya berkumpar di benakku, apa lacur bila yang datang padaku bukanlah arak-arakan kalimat? Yang bertandang padaku adalah kata. Makin banyak kata-kata bertamu menghampiriku, minta perhatianku, bahkan menterorku. Lebih dari itu, kecintaanku terhadap kata—dalam hal ini yang kerap kudekati dengan kasih sayang agar tersusun menjadi prosa—secara perlahan dan tekun, menerbitkan situasi yang sama sekali beda; kata itu berbalik mencintaiku apa adanya.
Aku cukup menderita dalam eksistensi dan posisiku seperti ini. Demikianlah aku menulis puisi—atau tepatnya menganggit semacam puisi—bermula dari takrif peristiwa.●