Selasa, 14 Agustus 2018



RENJANA DI TANAH PALOMBO
Penulis Achmad Syafiudin, dkk.
Tebal 618 halaman

Kuliah membuat cerpen. Hal ini bisa dikatakan ‘liku-liku yang rumit’. Tak cukup hanya bermodal tafsir yang selama ini tertuang dalam berbagai pengetahuan yang memenuhi buku-buku teori yang ada. Tapi, juga membutuhkan eksplorasi yang bersusah-susah hingga mencapai titik rasa yang mendidik, lalu bisa
menghadirkan pengalaman spiritual yang bisa direduksi sebagai jalan pikiran mutlak. Mula-mulanya, ‘mereka’ (para mahasiswa yang menjadi penulis cerita) di buku ini hanya diperlakukan seperti layaknya ritual rutinitas kuliah untuk memenuhi target pembelajaran dalam membuat cerita. Mereka dipaksa untuk melek kehidupan. Mereka sengaja ditarik lebih jauh untuk melihat nilai-nilai sebagai bagian dari cerminan jiwa. Lalu, nilai-nilai itu diangkatlah dalam sebuah gambaran bahwa cerita mulai membayang di sudut-sudut keremangan dan liku-liku yang menyulitkan. Hal inilah yang sudah dilakukan dengan baik oleh puluhan mahasiswa STKIP PGRI Jombang. Di buku ini ada keberanian fisik dan kemurnian spiritual. Menurut saya, "Inilah ziarah penulisan yang menarik dalam proses kemanusiaan."
Zainuri, Sutradara dan Penulis Naskah Teater

Cerita rakyat dalam bentuk apapun harus segera ditulis dan dikabarkan, karena cerita rakyat adalah modal masa depan. Dari sekian banyak cerita rakyat, Damarwulan memiliki beragam penceritaan, sama halnya dengan cerita kancil yang populer. Membaca 75 cerita Damarwulan dalam buku "Renjana di Tanah Palombo", yang diambil dari satu wilayah kecil saja membuktikan betapa kayanya cerita itu. Jadikan e-book, lalu kabarkan di dunia siber. Selamat.
Nanda Sukmana, Ketua Dewan Kesenian Jombang

Menuliskan kembali peristiwa romantis, tragis, sekaligus politis di era Kerajaan Majapahit dan Blambangan dalam berbagai cerita pendek berarti menghidupkan kembali narasi sejarah bangsa ini yang terpendam dan dulu hanya jadi pergunjingan lisan. Meskipun Majapahit dan Blambangan hanya tinggal kenangan, namun berbagai kisah kehidupan di atas tanah dua kerajaan ternama itu menyiratkan berbagai nilai dan pesan universal yang hingga kini masih relevan. Perebutan pengaruh, pengkhianatan, relasi dinamis antarstrata sosial, cinta yang menggelora, kesetiaan, pengorbanan, dan harga diri selalu menghiasi perjalanan manusia di setiap zaman. Ragam penafsiran para cerpenis dalam buku ini atas fakta sejarah yang diramu dengan imajinasi telah menghasilkan suguhan dialog, gambaran latar, karakterisasi tokoh, alur, dan konflik yang menarik. Kita sebagai pembaca dihadapkan pada berbagai ‘versi’ cerita tentang Damarwulan dengan sudut pandang berbeda-beda dan diajak berkelana menyusuri bumi Majapahit dan Blambangan di tengah kenyataan modernisasi dan globalisasi yang melanda Jawa Timur hari ini.

Yusri Fajar, Dosen Fakultas Ilmu Budaya UB, Komite Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar